Peranan Bank Dalam Lalu-Lintas Pembayaran Internasional
Bagi importir dan eksportir bank devisa merupakan lembaga dengan siapa mereka dapat menjual-belikan surat wesel luar negeri dan menggunkaannya hanya sebagai perantara dalam mengadakan penagihan kepada debitur di luar negeri.
Pada umumnya para eksportir, juga kebnyakan pemerintah negara pengekspor hampir senantiasa menghendaki untuk menggunakan hard currenccy atau mata uang kuat dlam mengadakan perjanjian ual-beli dengan para pembeli di luar negeri dan bukanya soft currenccy atau mata uang lemah.
Oleh karena bank-bank devisa menjual-belikan surat wesel luar negeri maka bank-bank devisa tersebut pada umumnya mempunyai rekening pada bank-bank di berbagai negara.
Exportir à bank devisa à importir
Pusat Finansial Internasional
Mekanisme pembayaran internasional ditentukan oleh pola hubungan antara bank-bank yang ikut aktif beroperasi dalam bidang jual-beli alat-alat pembayaran internasional. 3 macam pola hubungan antara bank dalam melaksanakan penyelesaian hutang piutang:
1. Pola desentralisasi (decentralized system of international paymen)
2. Penyelesaian hutang-piutang secara terpusat (centralized system of international paymen)
3. Campuran dari kedua bentuk-bentuk ekstrim diatas.
Valuta Asing dan Bursa valuta Asing
Bursa valuta asing (foreign exchange market) lembaga pasar dimana orang dapat memperoleh fasilitas-fasilitas untuk melaksanakan pembayaran kepada penduduk negara lain atau menerima pembayaran dari penduduk negara lain.
Sumber-asal permintaan alkan valuta asing :
1. Para importir barang dan jasa
2. Para investor dalam negeri yang memerlukan valuta asing untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban luar negerinya yang timbul dari transaksi pembelian surat berharga dari penduduk negara lain atau transaksi pemberian pinjaman kepada penduduk negara lain.
3. Para debitur dalam negeri yang memerlukan valuta asing untuk melunasi kewajiban-kewajiban luar negerinya yang timbul akibat daripada hutang luar negerinya yang telah jatuh tempo atau untuk membayar bungan pinjaman luar negerinya.
4. wisatawan dalam negeri yang akan melawat ke luar negeri.
5. perusahaan-perusahaan asing yang harus membayar dividen yang dibagikan kepada para pemeganga saham di uar negeri.
6. rumah-rumah tangga keluarga yang membutuhkan valuta asing untuk membiayai studi anggota keluarganya yang belajar di luar negeri.
7. Pemerintah yang memerlukan valuta asing untuk membiayai perwakilan-perwakilannya di luar negeri, untuk menyelesaikan hutang-hutang luar negeri yang telah jatuh tempo, membayar bunga san sebagainya.
8. Para spekulan yang misalnya saja meramalkan akan adanya tindakan kebijaksanaan devaluasi, mempunyai tendensi untuk berlomba-lomba membeli valuta asing.
Adapun valuita-valuta asing yang dipelihara dan dijual belikan pada umumnya berbentuk:
1. Mata uang asing yang konvertibel.
2. Saldo kredit pada bank-bank devisa kita diluar negeri.
3. Surat-surat wesel luar negeri.
4. Hak-hak penerimaan pembayaran dari penduduk megara lain dalam bentuk lainnya yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi.
Fungsi-fingsi pokok bank devisa:
1. Melaksanakan transfer pembayaran internasional.
2. Menyediakan kredit untuk membiayai transaksi-transaksi ekonomi internasional.
3. Menanggung resiko perubahan kurs valuta asing.
Sistem Pembayaran Internasional dengan Jaminan Bank vs tanpa Jaminan Bank
Terlepas dari gambaran umum diatas yang kami bahas saat ini adalah Sistem pembayaran Internasional dengan jaminan Bank Vs tanpa jaminan Bank. Bayangkan jika urusan bayar-membayar harus dilakukan oleh pihak-pihak yang berada di negara yang berbeda, dengan tipikal, kebiasaan, dan regulasi yang berbeda pula. Tapi kali ini konteksnya bukan utang-piutang, melainkan jual-beli. Di sini ada variabel lain yang memengaruhi kelancaran urusan bayar-membayar, yaitu konflik kepentingan antara penjual dan pembeli yang berkaitan dengan masalah cashflow dan risiko.
Seperti apa? Begini. Pada dasarnya, pihak penjual ingin menerima pembayaran dengan harga mahal dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Bahkan kalau bisa menerima pembayaran sebelum barang ia produksi atau kirim. Sementara pihak pembeli ingin melakukan pembayaran dengan harga yang murah dalam jangka waktu selama mungkin. Bahkan kalau bisa baru membayar setelah barang diterima atau terjual.
Untuk itu, perlu adanya kesepakatan untuk memelihara keseimbangan kepentingan masing-masing pihak dengan menentukan sistem pembayaran yang cocok, sesuai dengan kemampuan finansial, kemampuan mengelola risiko, sifat hubungan masing-masing pihak, kekuatan pasar, dan kebijakan pemerintah masing-masing.
Lebih jauh, bagaimana sistem pembayaran perdagangan internasional yang digunakan di negara kita? Di Indonesia, sistem pembayaran dalam perdagangan internasional merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu-lintas Devisa. Di situ, sistem pembayaran internasional secara garis besar digolongkan ke dalam dua sistem, yaitu sistem pembayaran tanpa jaminan dari bank dan dengan jaminan dari bank.
1.Sistem pembayaran tanpa jaminan dari bank
Fungsi bank di sini hanya sebagai pihak yang diberi kuasa, bukan sebagai penjamin. Pembayaran dapat dilakukan dengan penyerahan dokumen komersial, tanpa dokumen komersial, atau hanya dengan transfer dana saja. Sistem pembayaran ini mencakup:
a.Advance payment
Atau kita sebut pembayaran di muka. Di sini, pembeli harus membayar terlebih dahulu, baru setelah itu penjual memroduksi dan/ atau mengirimkan produknya ke pembeli. Sistem ini menempatkan pembeli sebagai pihak yang lemah dan berpotensi dirugikan. Mengapa? Bisa jadi ternyata barang tak pernah dikirimkan oleh penjual, atau barang dikirim namun tidak sesuai dengan kontrak/ perjanjian.
b.Open account
Merupakan sistem pembayaran yang mensyaratkan penjual mengirimkan barang terlebih dahulu dan diterima oleh pembeli. Baru pada gilirannya pembeli melakukan pembayaran. Kebalikan dari sistem advance payment, di sini pihak penjual yang berposisi lemah dan berpotensi dirugikan, karena ada kemungkinan pembeli tidak bersedia melakukan pembayaran meskipun telah menerima barang. Atau, uang yang dikirim besarnya tidak sesuai kesepakatan.
c.Consignment
Atau konsinyasi. Dalam bahasa yang lebih umum, kita menyebutnya sistem titipan. Ini adalah sistem pembayaran yang dilakukan oleh pembeli setelah barang diterima dan laku terjual. Sistem ini umumnya digunakan dalam hal pembeli bertindak sebagai agen dari penjual.
Sistem pembayaran Documentary Collection sendiri dibedakan menurut tenor (jangka waktu) pembayarannya, yaitu:
Documents against Payment (D/P)
Dokumen diserahkan bank kepada pembeli begitu pembeli membayarnya (at sight/ atas unjuk).
Documents against Acceptance (D/A)
Dokumen diserahkan bank kepada pembeli begitu pembeli melakukan akseptasi terhadap wesel yang merupakan persetujuan pembeli untuk membayar pada tanggal jatuh tempo wesel (usance/ berjangka).Namun pada praktiknya, sebelum menyerahkan dokumen kepada pembeli, beberapa bank tetap meminta pembayaran terlebih dahulu dari pembeli meskipun pembeli telah mengaksep (menyetujui) wesel untuk dibayarkan sesuai tanggal jatuh temponya. Ini untuk mengantisipasi kemungkinan pembeli tidak mau membayar pada saat jatuh tempo, sementara dokumen telah dirilis bank kepadanya, dan pembeli telah mengambil barang di pelabuhan.
Keterlibatan bank dalam sistem pembayaran collection hanya menjalankan kuasa dari para pihak berdasarkan instruksi tanpa memberikan jaminan untuk melakukan pembayaran.
2.Sistem pembayaran dengan jaminan dari bank
Apabila dalam sistem-sistem pembayaran tersebut di atas bank hanya berfungsi sebagai perantara bagi para pihak (penjual dan pembeli) tanpa memberikan jaminan, maka pada sistem pembayaran yang satu ini bank memegang peran dan tanggung jawab yang sangat penting, yaitu sebagai pihak yang memberikan jaminan.
Jaminan seperti apakah? Jaminan itu berupa instrumen yang disebut letter of credit (L/C). Sebutan lainnya adalah documentary credit. Dalam bahasa Indonesia berarti kredit berdokumen. L/C adalah suatu janji atau komitmen untuk membayar (credit) yang dilakukan bank atas dasar permintaan dari pembeli (applicant) kepada penjual (beneficiary), melalui perantara bank pihak penjual.
L/C berisi butir-butir kesepakatan antara penjual dan pembeli yang dituangkan dalam sales contract mereka, mencakup: deskripsi dan uraian barang, tanggal pengiriman terakhir, syarat pengiriman barang (terms of delivery), dokumen-dokumen yang diminta (wesel tagihan, invoice, packing list, bill of lading), tenor/ jangka waktu pembayaran L/C, dan kesepakatan lain yang mungkin ada. Dari sini Anda telah memperoleh kejelasan mengapa L/C juga disebut sebagai kredit berdokumen.
Setelah bank penerbit L/C (issuing bank) menerima dokumen yang dikirimkan oleh penjual (beneficiary) via banknya (nominated bank), issuing bank memeriksa dokumen tersebut, apakah sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C atau tidak. Apabila kondisi dokumen sesuai dengan syarat-syarat dalam L/C (clean), maka issuing bank harus melaksanakan pembayaran kepada beneficiary melalui nominated bank. Nah, di sinilah letak fungsi L/C sebagai suatu jaminan pembayaran.