Perbankan Syariah ( Definisi Serta Istilah-Istilah Dalam Perbankan Syariah)

Diposting oleh YANSON BASTIAN on Rabu, 06 April 2011

Definisi Perbankan Syariah
Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

BEBERAPA PRINSIP/HUKUM YANG DIANUT OLEH SISTEM PERBANKAN SYARIAH ANTARA LAIN :
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

            Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
            Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Bank Syariah dan Sektor Riil
            Pada fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi, bank berperan sebagai penghubung antara surplus unit dengan deficit unit dalam sebuah perekonomian. Dalam memainkan fungsi ini, terdapat perbedaan mendasar antara konsep bank konvensional dan bank syariah, sehingga kita perlu memahami secara benar landasan filosofis bank syariah, yang membedakannya secara prinsipil dengan bank konvensional. Banyak kritik yang dialamatkan kepada bank syariah, yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara bank syariah dengan bank konvensional dalam praktiknya. Bahkan ada pula yang berpendapat bahwa bertransaksi dengan bank syariah cenderung "lebih mahal" bila dibandingkan dengan bank konvensional. Boleh jadi, munculnya opini semacam itu akibat kesenjangan informasi yang diterima oleh masyarakat. Untuk itu, perlu diperjelas lagi prinsip dasar dalam praktik bank syariah.
            Sesungguhnya, bank syariah adalah bank yang beroperasi atas dasar prinsip "risk-profit sharing". Prinsip ini selaras dengan klausul syariah yang menyatakan bahwa, "laa ribha liman laa kasba" (tidak ada keuntungan tanpa risiko). Artinya, profit dan risiko memiliki grafik yang berbanding lurus. Menurut Irfan Syauqi Beik (Dosen Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB), semakin besar risiko, akan semakin besar pula tingkat keuntungan (kerugian) yang akan didapat. Sehingga, bank syariah akan cenderung "lebih berisiko" jika dibandingkan dengan bank konvensional, yang cenderung "lebih pemalas." Bagi bank konvensional, yang terpenting adalah mendapatkan keuntungan dari selisih antara persentase bunga yang dibebankan pada pengusaha/investor dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah.
            Sebagai manifestasi dari prinsip ini, maka pola pembiayaan pada bank syariah haruslah didominasi oleh pola mudarabah dan musyarakah, bukan oleh pola murabahah yang saat ini masih menjadi primadona. Murabahah merupakan fixed return mode yang mirip (meskipun tidak sama) dengan konsep bunga pada bank konvensional. Seharusnya murabahah adalah skema pembiayaan yang menjadi pelengkap skema mudarabah dan musyarakah, dan bertugas untuk meng-cover apa yang tidak bisa dijangkau oleh mudarabah dan musyarakah.
            Masih menurut Irfan, kehadiran bank syariah seharusnya memberikan dampak yang luar biasa terhadap sektor riil. Hal ini dikarenakan pola mudarabah dan musyarakah adalah pola investasi langsung pada sektor riil. Return pada sektor keuangan (bagi hasil), dalam prinsip ajaran Islam sangat ditentukan oleh sektor riil. Berbeda dengan konsep konvensional, di mana return pada sektor riil ditentukan oleh sektor keuangan.
Deputi Gubernur BI, Maulana Ibrahim, mengatakan, hingga saat ini, wujud dukungan perbankan syariah terhadap sektor riil di Indonesia sangatlah nyata, terutama untuk sektor usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) yang porsi pembiayaannya di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 90 persen.
            Investasi inilah yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh bangsa kita, agar angka pengangguran dan tingkat kemiskinan dapat direduksi. Oleh karena itu, BI harus mendorong regulasi yang menunjang iklim investasi berbasiskan skema mudarabah dan musyarakah, sekaligus mengantisipasi kemungkinan terjadinya kredit macet. Hal ini disebabkan oleh besarnya risiko yang akan dihadapi oleh pihak bank syariah.
Meski demikian, kemungkinan terjadinya kredit fiktif yang selama ini kerap terjadi pada bank konvensional, dapat diminimalisir. Ini dikarenakan persyaratan ketat yang diatur oleh syariat Islam pada pelaksanaan kedua skema pembiayaan tersebut, di mana keduanya bukan semata-mata paper-based financing, melainkan asset and production based financing dengan kejujuran, transparansi, dan keterbukaan sebagai landasan pokoknya. Dan ini diperkuat pula oleh peran depositor di dalam mengontrol jalannya bank syariah, karena dalam konsep bank syariah, mereka dianggap dan diperlakukan sebagai bagian dari pemilik bank.

Istilah- Istilah dalam Perbankan Syariah

Akad: Ikatan atau kesepakatan antara nasabah dengan bank yakni pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Misalnya, akad pembukaan rekening simpanan atau akad pembiayaan.

Mudharabah: Akad yang dilakukan antara pemilik modal (shahibulmal) dengan pengelola (mudharib). Pada saat awal, bagi hasil atau nisbah disepakati. Sedangkan, kerugian ditanggung pemilik modal.

Musyarakah: Akad antara dua pemilik modal atau lebih untuk menyatukan modalnya pada usaha tertentu. Sedangkan, pelaksanaannya bisa ditunjuk salah satu dari mereka. Akad ini diterapkan pada usaha/proyek yang sebagiannya dibiayai oleh lembaga keuangan. Sedangkan, selebihnya dibiayai oleh nasabah.

Distribusi Bagi Hasil: Pembagian keuntungan bank syariah kepada nasabah simpanan berdasarkan nisbah yang disepakati setiap bulannya. Bagi hasil yang diperoleh tergantung jumlah dan jangka waktu simpanan serta pendapatan bank pada periode tersebut. Besarnya bagi hasil dihitung berdasarkan pendapatan bank (revenue) sehingga nasabah pasti memperoleh bagi hasil dan tidak kehilangan pokok simpanannya.

Nisbah: Porsi bagi hasil antara nasabah dan bank atas transaksi pendanaan dan pembiayaan dengan akad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah).

Bai'almuthlaq: Jual beli biasa yaitu penukaran barang dengan uang. Uang berperan sebagai alat ukur. Bai'almuthlaq dilakukan untuk pelaksanaan jual beli barang keperluan kantor (fixed assets). Jual beli seperti ini menjiwai semua produk yang didasarkan pada transaksi jual beli.

Sharf: Jual beli mata uang asing yang saling berbeda seperti rupiah dengan dollar, dollar dengan yen. Sharf dilakukan dalam bentuk bank notes dan transfer, menggunakan nilai kurs yang berlaku pada saat transaksi.

Muqayyad: Jual beli dengan pertukaran yang terjadi antara barang dengan barang atau barter. Jual beli semacam ini dilakukan sebagai jalan keluar bagi ekspor yang tidak bisa menghasilkan mata uang asing (valas).

Murabahah: Akad jual beli tempat harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis dan jumlah barang juga dijelaskan rinci. Barang diserahkan setelah akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur atau mencicil atau sekaligus.

Salam: Jual beli dengan cara pemesanan. Pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang telah disebutkan spesifikasinya. Lalu, barang dikirim kemudian.Salam biasanya dipergunakan untuk produk pertanian jangka pendek. Dalam hal ini lembaga keuangan bertindak sebagai pembeli produk dan memberikan uangnya lebih dulu. Sedangkan, nasabah menggunakan uang itu sebagai modal untuk mengelola pertaniannya.

Istishna': Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan serta kriteria tertentu. Sedangkan, pola pembayaran dapat dilakukan sesuai kesepakatan (dapat dilakukan di depan atau pada saat pengiriman barang).

Mudharabah Muqayyadah: Akad yang dilakukan antara pemilik modal untuk usaha yang ditentukan oleh pemilik modal (shahibumal) dengan pengelola (mudharib). Nisbah atau bagi hasil disepakati di awal untuk dibagi bersama. Sedangkan, kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Dalam terminologi bank syariah, hal ini disebut special investment.

Musyarakah Mutanaqisah: Akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang. Lalu, salah satu pihak membeli bagian pihak lain secara bertahap. Akad ini diterapkan pada pembiayaan proyek oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan lainnya. Dalam hal ini, bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli pihak lainnya dengan cara mencicil. Akad ini juga terjadi pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil. Sedangkan, usaha itu berjalan terus dengan modal yang tetap.

Wadi'ah: Akad yang terjadi antara dua pihak. Pihak pertama menitipkan suatu barang kepada
pihak kedua. Lembaga keuangan menerapkan akad ini pada rekening giro.

Wakalah: Akad perwakilan antara satu pihak kepada pihak lainnya. Wakalah biasanya diterapkan untuk pembuatan letter of credit (L/C) atas pembelian barang di luar negeri atau penerusan permintaan.

Ijarah: Aka sewa menyewa barang antara kedua belah pihak untuk memperoleh manfaat atas barang yang disewa. Akad sewa yang terjadi antara lembaga keuangan (pemilik barang) dengan nasabah (penyewa) dengan cicilan sewa yang sudah termasuk cicilan pokok harga barang. Sehingga, pada akhir masa perjanjian, penyewa dapat membeli barang tersebut dengan sisa harga yang kecil atau diberikan saja oleh bank. Karena itu, biasanya ijarah dinamai "al ijarah waliqina" atau "al ijarah alMuntahia Bittamilik".

Kafalah: Akad jaminan satu pihak kepada kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, biasanya, digunakan untuk membuat garansi atas suatu proyek (performance bond), partisipasi dalam tender (tender bond), atau pembayaran lebih dulu (advance payment bond).

Hawalah: Akad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, hawalah, diterapkan pada fasilitas tambahan kepada nasabah pembiayaan yang ingin menjual produknya kepada pembeli dengan jaminan pembayaran dari pembeli tersebut dalam bentuk giro mundur. Ini lazim disebut post date check namun disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.

Rahn: Akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain dengan uang sebagai penggantinya. Akad ini digunakan sebagai sebagai akad tambahan pada pembiayaan yang berisiko dan memerlukan jaminan tambahan. Lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang tersebut.

Qard: Pembiayaan kepada nasabah untuk dana talangan segera dalam jangka waktu yang relatif pendek dan dana tersebut akan dikembalikan secepatnya sejumlah uang yang digunakan. Dalam transaksi ini, nasabah hanya mengembalikan pokok.

Sumber, Tautan

Klik tombol like diatas... Jika anda menyukai artikel ini.
Terima Kasih telah mengunjungi Blog ini,
Jangan lupa untuk memberikan komentar pada form dibawah post ini...

Share / Bagikan Artikel ini ke teman Anda :

{ 2 komentar...Tambahkan Komentar Anda }

Pengertian Bank Syariah mengatakan...

masih banyak masyarakat indonesia yang menganggap bahwa bank syariah itu tak ada bedanya dengan bank konvensional. dan anehnya lagi, anggapan ini pun kebanyakan dari orang muslim sendiri

Anonim mengatakan...

to creating robots appropriate for [url=http://www.ddtshanghaiescort.com]escorts shanghai[/url] easier to ply a discrepancy of tools to assist architects in the construction work the buy of robot

How To Make New Windows (Without Lose visitors)

Design by Yanson Bastian. Diberdayakan oleh Blogger.